Wah sudah lama ya gak update WW.
Sebenarnya... kesibukan saya di kampus gak sesibuk kakak tingkat saya. Kalo menurut mereka sih, semester 1 ini masih bisa lah dipakai buat main, jalan-jalan,
Customer (holding up a book): What’s this? The Secret Garden? Well, it’s not so secret now, is it, since they bloody well wrote a book about it!
Weird Things Customers Say in Bookshops was a Sunday Times bestseller, and could be found displayed on bookshop counters up and down the country. The response to the book from booksellers all over the world has been one of heartfelt agreement: it would appear that customers are saying bizarre things all over the place - from asking for books with photographs of Jesus in them, to hunting for the best horse owner’s manual that has a detailed chapter on unicorns.
Customer: I had such a crush on Captain Hook when I was younger. Do you think this means I have unresolved issues?
More Weird Things Customers Say in Bookshops has yet more tales from the antiquarian bookshop where Jen Campbell works, and includes a selection of ‘Weird Things...’ sent in from other booksellers across the world. The book is illustrated by the BAFTA winning Brothers McLeod.
Adinda putus dengan pacarnya. Kini tak ada lagi Rangga yang biasa mengantarjemput. Tiap pagi Adinda harus naik kereta dari Bogor ke kantornya di Jakarta. Harinya berawal dengan teriakan pedagang asongan, sampah yang bertebaran di peron, para penumpang yang berkeringat dan tergesa, bahkan aksi copet. Masa lalu pun kerap memberatkan langkah.
Ryan "anak kereta" sejati, bersahabat dengan para pedagang kios di sepanjang peron. Bertahun-tahun dia pulang-pergi Bogor-Jakarta naik kereta. Di balik beban kerja yang menyibukkan, ada kesepian yang sulit terobati, apalagi ketika seorang sahabat meninggal.
Tiap pagi mereka menunggu kereta di peron yang kadang berbeda. Tapi jalur yang sama memungkinkan langkah dan hati mereka bertautan. Stasiun jadi saksinya.
Dear Reader,
I'm sorry to say that the book you are holding in your hands is extremely unpleasant. It tells an unhappy tale about three very unlucky children. Even though they are charming and clever, the Baudelaire siblings lead lives filled with misery and woe. From the very first page of this book when the children are at the beach and receive terrible news, continuing on through the entire story, disaster lurks at their heels. One might say they are magnets for misfortune.
In this short book alone, the three youngsters encounter a greedy and repulsive villain, itchy clothing, a disastrous fire, a plot to steal their fortune, and cold porridge for breakfast.
It is my sad duty to write down these unpleasant tales, but there is nothing stopping you from putting this book down at once and reading something happy, if you prefer that sort of thing.
With all due respect,
Lemony Snicket
Kisah ini terjadi di Vandaria, sebuah tempat di mana kuasa cahaya dan kegelapan terus bersinggungan. Kuasa cahaya diwakili Vanadis, entitas tertinggi yang menciptakan ras frameless dan manusia. Kuasa kegelapan diwakili deimos, ras penghancur dan pemusnah. Di sebuah desa bernama Nedera, yang berada jauh di utara Tanah Utama Vandaria, para deimos yang dikurung Vanadis mulai memberontak. Selepas senja, iblis-iblis itu merasuki manusia. Nasib Nedera lalu bergantung kepada kakak-beradik separuh frameless, Leofric dan Lyse, serta Skys, seorang manusia yang adiknya terkurung di Nedera. Mampukah ketiganya membebaskan Nedera sebelum ras manusia musnah dari sana? Melalui narasi-narasi fantastis, Nedera akan menyeret Anda ke dalam sebuah huru-hara kolosal di sebuah zaman yang nyaris tak terbetik dalam kenangan.Review:
Seorang perempuan di kota tua, membangun sisa-sisa harapannya bersama mi yang diolahnya dengan suatu resep rahasia. Di suatu perumahan baru di pinggir kota, seorang pemuda membangun mimpi dan ide-idenya akan kehidupan normal dengan sang perempuan pujaan. Di suatu sudut mal, seorang sahabat menanti dengan debar sahabat yang dalam diam dipujanya. Di suatu restoran yang terimpit oleh gedung-gedung perkantoran megah, seorang pramusaji bertemu kembali dengan kisah lamanya yang dipikirnya telah mati saat demonstrasi. Di suatu acara televisi nasional, seorang penyanyi lawas berharap-harap cemas untuk mendapatkan popularitas dan kejayaannya kembali. Di sudut lain pada kota yang remang, dua peristiwa besar terjadi; suatu transaksi perasaan, juga pelajaran panjang tentang patah hati.
Andai saja satu hari dalam hidup seseorang dapat diulang, akankah ia bisa mengubah jalan hidupnya? Ataukah hidup memang kadang punya cara sendiri untuk menertawakan rencana-rencana naif manusia?
Pembaca Tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta menyelusup.
Enjoy the journey,
EDITOR
Selama empat dekade, manusia dan naga di kerajaan Goredd berdamai. Kaum naga mewujud menjadi manusia dan menyumbangkan pikiran mereka yang rasional serta matematis. Namun, akhir-akhir ini hubungan di antara kedua kaum memburuk. Apalagi ketika salah satu anggota kerajaan terbunuh dan ada kecurigaan bahwa pelakunya naga.
Sebagai musisi yang sangat berbakat, Seraphina Dombegh bergabung dengan kelompok musisi istana. Ia kemudian mau tidak mau terlibat dalam penyelidikan pembunuhan itu, bekerja sama dengan Pangeran Lucian Kiggs yang sangat awas.
Sementara mereka mulai membongkar rencana jahat untuk menghancurkan perdamaian, Seraphina berjuang melindungi rahasianya sendiri, rahasia di balik bakat musiknya yang luar biasa, rahasia yang begitu mengerikan sehingga dapat membahayakan nyawanya.
Catatan Pinggir, esei pendek Goenawan Mohamad setiap minggu untuk majalah Tempo, di antaranya terbit dalam terjemahan bahasa Inggris oleh Jennifer Lindsay, dalam Sidelines (1994) dan Conversations with Difference (2002).Kritiknya diwarnai keyakinan Goenawan bahwa tak pernah ada yang final dalam manusia. Kritik yang, meminjam satu baikt dalam sajaknya, "dengan raung yang tak terserap karang".Obrolan seru dengan Paman saya yang rupanya lebih setuju keponakan perempuannya ini mengambil Jurnalisme untuk kuliah (meskipun ternyata keponakannya itu sudah dua kali diabaikan oleh PTN), membuat saya penasaran dengan buku ini. Saya sering menemukannya di toko buku, tapi karena harga dan ketebalan buku, membuat saya tidak jadi membawanya ke kasir.
Lou Clark tahu banyak hal. Dia tahu berapa langkah jarak antara halte bus dan rumahnya. Dia tahu dia suka sekali bekerja di kedai kopi The Buttered Bun, dan dia tahu mungkin dia tidak begitu mencintai pacarnya, Patrick.
Tetapi Lou tidak tahu bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan peristiwa apa saja yang akan menyusul kemudian.
Setelah mengalami kecelakaan, Will Traynor tahu dia sudah tidak berminat lagi untuk melanjutkan hidupnya. Dunianya kini menyusut dan tak ada lagi suka cita. Dan dia tahu betul, bagaimana mesti menghentikannya.
Namun Will tidak tahu bahwa sebentar lagi Lou akan masuk ke dunianya dengan membawa warna-warni ceria. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari, betapa mereka akan membawa perubahan besar ke dalam kehidupan satu sama lain.
Image Source. |
Image Source. |
I am the black in the book,
The letters on the pages,
That you memorize.
Layken harus kuat demi ibu dan adiknya. Kematian mendadak sang ayah, memaksa mereka untuk pindah ke kota lain. Bayangan harus menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan baru sungguh menakutkan Layken. Namun semua berubah, begitu ia bertemu dengan Will Cooper, tetangga barunya.
Will memang menarik. Dengan ketampanan dan senyum memikat, pemuda itu menularkan kecintaannya pada slams––pertunjukan puisi. Perkenalan pertama menjadi serangkaian hubungan intens yang membuat mereka semakin dekat, hingga keduanya bertemu lagi di sekolah...
Sayangnya, hubungan mereka harus berakhir. Perasaan yang mulai tumbuh antara Will dan Layken harus dihentikan. Pertemuan rutin mereka di kelas tak membantu meniadakan perasaan itu. Dan puisi-puisi menjadi sarana untuk menyampaikan suara hati. Tentang sukacita, kecemasan, harapan, dan cinta terlarang mereka.
Guy Montag adalah seorang pemadam kebakaran. Ironisnya, yang dilakukannya bukan memadamkan api melainkan menyulut api dan membakar rumah yang berisi buku-buku. Ia menikmati pekerjaannya.Harganya lumayan bagus lho. (Bagus dalam arti yang sebenarnya *kedip-kedip* *siapa yang mau dikedipin sama kamu, Ul*) Tapi kalau mau ada yang kirim buku ini ke rumah, boleeeh. Untuk anggota BBI, alamat saya ada di grup Facebook kok. :3 *HEH*
Sepuluh tahun menjadi seorang pemadam kebakaran, ia tidak pernah bisa menjelaskan betapa dirinya merasa bergairah setiap kali menyaksikan api melahap lembaran-lembaran buku. Suatu malam, Guy Montag bertemu dengan seorang gadis yang menceritakan padanya tentang orang-orang di masa lalu, orang-orang yang begitu berbeda pada masanya..
Dan dia pun bertemu seorang profesor yang mengatakan padanya bahwa semua orang seharusnya menggunakan waktu mereka lebih banyak untuk berpikir, dan menghayati hidup. Sejak saat itu Guy Montag sadar bahwa dirinya harus melakukan sesuatu. Untuk menyelamatkan dunia...
Image source. |
"Kalian gak pegel apa kalo nulis review panjang?"
cinta-yang-dipunyai itu sama dengan i-own-a-copy ya. |
Manis, ya? Terima kasih untuk sahabat saya yang memberikan ini. <3 |
Bagian dalam. |
Dari buku catatan yang lama. |
Cerita ini memang ditulis oleh Togog, yang merasa minder dan terasingkan dalam sebuah dunia yang sangat memuja Semar. Berkisah tentang malapetaka serbuan balatentara Sri Rama yang menyapu anak benua, dan menghadirkan pemandangan bencana.Saya belum pernah membaca buku Seno Gumira Ajidarma, hanya cerpen-cerpennya yang gampang dicari di internet. Kemarin saat saya ke toko buku, ada buku ini! Tentu saja saya senang, berarti saya memiliki kesempatan membaca paling tidak satu buku karangan beliau! Eh ternyata... harganya.... hehehe. Maklum, buku yang baru dicetak ulang ini hardcover! Mungkin karena itu harga buku ini lumayan mahal.
Inilah kisah Satya dan Maneka, rakyat yang menjadi korban, yang menjelajah dalam pencarian Walmiki penulis Ramayana, sembari berlayar di samudera cerita. Inilah saat kematian Sang Hanuman, wanara agung yang ditakdirkan berumur panjang, untuk menjaga kebudayaan. Kenapa Togog menganjurkan cerita ini tidak dibaca? Nah!
Di Kota Sendu, cinta tak seharusnya datang.
Entah mengapa, hanya menatap dirinya saja, sanggup membuat jantungku lebih berdegup.Selanjutnya Arra selalu datang ke rumahnya dalam waktu yang bisa ditebak. Bisa keesokan harinya, lusa, atau bahkan berminggu-minggu. Tapi Bajja membiarkannya, meskipun pertanyaan-pertanyaannya menggantung di udara ketika mereka duduk berhadapan; Arra di sofa yang bisa membuatnya tertidur, Bajja di seberangnya.
Penduduk desa Afghan setiap hari memandang ke “luar negeri” yang hanya selebar sungai jauhnya. Memandangi mobil-mobil melintas, tanpa pernah menikmati rasanya duduk dalam mobil. Mereka memandangi rumah-rumah cantik bak vila, sementara tinggal di dalam ruangan kumuh remang-remang yang terbuat dari batu dan lempung. Mereka memandangi gadis-gadis bercelana jins tertawa riang, sementara kaum perempuan mereka sendiri buta huruf dan tak bebas bepergian.Sudah lama saya tertarik untuk punya buku-buku Agustinus Wibowo. Saya sudah punya Selimut Debu, dan Garis Batas ini sudah termasuk langka... mungkin karena sudah ada boxset-nya? Tapi kalo ada yang nemu buku ini di toko buku di kota masing-masing, boleh loh menghubungi saya. :))
Negeri seberang begitu indah, namun hanya fantasi. Fantasi yang sama membawa Agustinus Wibowo bertualang ke negeri-negeri Asia Tengah yang misterius. Tajikistan. Kirgizstan. Kazakhstan. Uzbekistan. Turkmenistan. Negeri-negeri yang namanya semua berakhiran "Stan". Perjalanan ini bukan hanya mengajak Anda mendaki gunung salju, menapaki padang rumput, menyerapi kemegahan khazanah tradisi dan kemilau peradaban Jalan Sutra, ataupun bernostalgia dengan simbol-simbol komunisme Uni Soviet, tetapi juga menguak misteri tentang takdir manusia yang terpisah dalam kotak-kotak garis batas.
Petualangan Agustinus Wibowo di buku ini seakan mengajak kita untuk masuk dan melihat sendiri tempat-tempat yang selama ini tersembunyi di peta dunia. – Andy F. Noya
Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
"Kita kalah, Ma," bisikku.
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Seorang diri Starling menyusuri koridor remang-remang itu. Ia tidak menoleh ke sel-sel di kedua sisi. Suara langkahnya berkesan keras baginya. Kecuali itu hanya ada suara mendengkur dari satu atau dua sel, serta tawa terkekeh-kekeh dari sel lain...
Dr. Lecter mengenakan seragam putih rumah sakit jiwa di selnya yang berwarna sama. Kecuali rambut, mata, dan mulutnya yang merah, segala sesuatu di sel itu berwarna putih. Wajahnya sudah begitu lama tidak terkena sinar matahari, sehingga seakan-akan menyatu dengan warna putih yang mengelilinginya; sepintas lalu timbul kesan wajahnya melayang di atas kerah bajunya. Lecter duduk di meja di balik jaring nilon yang menghalanginya dari terali. Ia sedang membuat sketsa pada kertas roti dengan memakai tangannya sebagai model. Sementara Starling menonton, Lecter membalikkan tangan dan, sambil meregangkan jari-jemari, menggambar sisi dalam lengannya. Dengan jari kelingking ia menggosok-gosok salah satu garis yang dibuatnya dengan arang.
Starling mendekati terali, dan Lecter menoleh.
“Selamat malam, Dr. Lecter.”
Ujung lidah Lecter yang merah muncul di antara kedua bibir yang tak kalah merahnya. Sejenak lidahnya menyentuh bibir atas, tepat di tengah, lalu menghilang kembali.
“Clarice.”
Starling mendengar suaranya yang parau, dan dalam hati ia bertanya, sudah berapa lama sejak pria itu terakhir angkat bicara. Keheningan seakan berdenyut-denyut.
Lou Clark tahu banyak hal. Dia tahu berapa langkah jarak antara halte bus dan rumahnya. Dia tahu dia suka sekali bekerja di kedai kopi The Buttered Bun, dan dia tahu mungkin dia tidak begitu mencintai pacarnya, Patrick.Setelah melihat review Mbak Mia, Ndari, dan Tirta; semuanya mengatakan novel ini sedih.
Tetapi Lou tidak tahu bahwa dia akan kehilangan pekerjaannya, dan peristiwa apa saja yang akan menyusul kemudian.
Setelah mengalami kecelakaan, Will Traynor tahu dia sudah tidak berminat lagi untuk melanjutkan hidupnya. Dunianya kini menyusut dan tak ada lagi suka cita. Dan dia tahu betul, bagaimana mesti menghentikannya.
Namun Will tidak tahu bahwa sebentar lagi Lou akan masuk ke dunianya dengan membawa warna-warni ceria. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari, betapa mereka akan membawa perubahan besar ke dalam kehidupan satu sama lain.
Istana Khayalan adalah kisah Mahabharata yang diceritakan kembali dengan indah oleh Chitra Banerjee Divakaruni melalui sudut pandang Dropadi. Mulai dari kelahiran sang Putri dari dalam api, perkawinannya yang legendaris dengan para Pandawa, pengasingan di dalam hutan dan kehilangan kerajaan akibat kesalahan Yudistira, dan penghinaan Duryodana yang klimaksnya adalah perang antara Pandawa dan Korawa, Istana Khayalan merupakan jalinan kisah yang diinterpretasikan dari sudut perempuan di dunia yang didominasi oleh peperangan, dewa-dewa, dan tangan-tangan nasib yang senantiasa mempermainkan.