Sinopsis:
Selama empat dekade, manusia dan naga di kerajaan Goredd berdamai. Kaum naga mewujud menjadi manusia dan menyumbangkan pikiran mereka yang rasional serta matematis. Namun, akhir-akhir ini hubungan di antara kedua kaum memburuk. Apalagi ketika salah satu anggota kerajaan terbunuh dan ada kecurigaan bahwa pelakunya naga.
Sebagai musisi yang sangat berbakat, Seraphina Dombegh bergabung dengan kelompok musisi istana. Ia kemudian mau tidak mau terlibat dalam penyelidikan pembunuhan itu, bekerja sama dengan Pangeran Lucian Kiggs yang sangat awas.
Sementara mereka mulai membongkar rencana jahat untuk menghancurkan perdamaian, Seraphina berjuang melindungi rahasianya sendiri, rahasia di balik bakat musiknya yang luar biasa, rahasia yang begitu mengerikan sehingga dapat membahayakan nyawanya.
Review:
Aku ingat saat dilahirkan.
Dibuka dengan kenangan Seraphina akan masa kecilnya. Bahwa dia mendengar dan mengerti apa yang Ayahnya katakan ketika dia lahir. Lalu di bab 1, pembaca [saya] kembali berada di dalam kepala Seraphina yang akan memainkan musik di pemakaman Pangeran Rufus--semoga arwahnya tenang di batu Surga.
Dari situ saya mengetahui kalau naga dan manusia hidup berdampingan dengan perjanjian tertentu; seperti naga harus berwujud manusia dan tidak boleh berubah menjadi saar (naga) tanpa izin. Dracomachia, atau bela diri terhadap naga, ditiadakan.
Tapi, apakah benar naga dan manusia bisa hidup berdampingan, tanpa berperang, seperti beberapa dekade yang lalu?
Pangeran Rufus dibunuh ketika sedang berburu, dan mayatnya ditemukan tanpa kepala. Kebiasaan naga ketika bertarung adalah menggigit kepala lawannya sampai putus. Dan penduduk Goredd menjadi cukup gelisah karena itu. Bagaimana tidak? Bayangkan saja ada naga yang memberontak yang menyamar menjadi salah seorang penduduk, diam-diam menunggu untuk membunuh... membalaskan dendam karena seharusnya naga lebih unggul dari manusia, bukan sejajar.
Lantas, di mana posisi Seraphina di cerita ini?
Seraphina adalah asisten musik Viridius di Istana. Dia memang memiliki rahasia; kalau dia setengah naga. Ibunya adalah saar, sementara ketika menikahi dia, Ayah Seraphina malah tidak tahu kalau calon istrinya berdarah perak. Berdarah naga.
Saat berumur 8 tahun, tumbuh sisik di kedua lengan Seraphina dan pinggangnya. Dia juga mengalami visi-visi aneh.
Kebencian Ayahnya karena ketidak tahuannya membuat dia menjaga jarak dari putrinya, Seraphina. Membuat Seraphina membenci dirinya sendiri karena telah lahir di dunia ini. Seharusnya dia tidak ada.
Tapi dia sangat peduli terhadap pamannya, Orma. Dan dia menduga pembunuh Pangeran Rufus secara tidak langsung berhubungan dengan Orma.
Siapakah pembunuh Pangeran Rufus? Apakah dia betul-betul saar? Dan bagaimana dengan Seraphina, yang terus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
-----
Sebelumnya terima kasih untuk Mbak Yudith yang sudah mau mengirimkan buku ini untuk diresensi. Dan terima kasih juga untuk Mas Dion yang memilih saya untuk meresensi Seraphina. (Meskipun sebenarnya dipilih yang paling cepat, sih. :p)
Ternyata saya lumayan menikmati membaca buku ini. Saya suka konsep ceritanya. Naga dan manusia yang sebenarnya saling membenci tapi tidak mau berperang. Kalau di Goodreads, pasti ketahuan saya memberi tiga bintang. (Sebenarnya 3.5 sih.) Kenapa?
The A side:
- Saya suka world building yang diciptakan Rachel Hartman. Saya juga suka deskripsi yang penulis gunakan tentang naga dan quigutl (naga yang tidak bisa berubah wujud). Naga yang menyukai aritmatika, menganggap emosi manusia itu berbahaya, dan kelamaan berwujud manusia harus dihapus memorinya agar tidak ingat merasakan emosi.
- Seraphina. Meskipun dia membenci dirinya sendiri, membenci sisiknya, membenci keadaannya; tapi dia bukan annoying narrator seperti kebanyakan heroine dalam YA. Dia tidak menye-menye. Dia tahu apa yang dia inginkan, tapi tidak bisa didapatkan. Dia tidak memaksa.
- Okay, I'm a sucker for romance. Romance di sini bisa dikatakan sedikit, tapi ada. Dan... hmm, kalau melihat love interest-nya, memang ada cinta segitiga. Tapi cinta segitiga yang satu ini bisa dikatakan menarik, karena adanya satu pihak yang tidak menyadari apa-apa. :p
The B Side:
- Yang saya sayangkan adalah, tidak adanya peta di buku ini. Biasanya novel fantasi memiliki peta di awal (atau akhir) bukunya, bukan? Peta bisa membantu penulis dalam menciptakan dunia buatannya. Hey, meskipun peta yang disertakan hanyalah denah dalam istana pun tidak apa-apa; karena bisa dibilang saya agak sulit membayangkan letak ruang-ruang istana yang dijabarkan. =_=
- Glosarium. Oke, yang satu ini memang sangat membantu. Terlebih karena banyaknya tokoh yang ada dan ternyata semuanya memiliki peran penting. Dan ada beberapa kosa kata dalam bahasa Goredd dan saar yang tidak dimengerti; itu memang membantu. Sayangnya, masih banyak kosa kata yang tercantum di dalam novel, yang tidak dijelaskan di Glosarium.
- 150 halaman pertama, saya tidak tahu alur cerita ini mau dibawa ke mana. Penulis sepertinya terlalu asyik dalam menceritakan tentang Seraphina, kehidupan dia di Istana, dan makhluk-makhluk aneh yang bersemayam di kepalanya. Sehingga penulis terkesan mengabaikan konflik (yang berpotensial) di awal cerita, demi memperkenalkan Seraphina ke pembaca. Ketika sudah tidak ada yang bisa diceritakan lagi, barulah konflik itu kembali muncul.
- Gaya bahasa yang digunakan penulis. Penuh metafora. Bukannya saya tidak suka, saya malah lemah terhadap tulisan yang seperti itu. Saya juga tidak meragukan kemampuan penerjemah (Poppy D. Chusfani, anyone?). Tapi kalimat-kalimat tersebut hanya mengganggu jalannya cerita bagi saya.
- Klimaks yang seharusnya mencekam (dengan konflik seperti itu) terasa datar. Setelah dibawa ke sana-ke mari oleh penulis, hanya seperti itu klimaks dan penyelesaiannya?
Saya bukannya tidak suka cerita fantasi yang melibatkan naga (Eragon, anyone? Saya kasih lima bintang, tapi kecewa dengan sekuelnya). Tapi untuk ukuran novel YA, Seraphina ini bisa dikatakan lumayan; bad-ass heroine, the not-so-mysterious love interest, and the world building.
Tapi untuk yang tidak suka novel dengan alur lambat di awal-awal, tidak akan saya sarankan untuk membaca ini.
Ada melodi yang mampu bicara sefasih kata-kata, mengalir keluar secara logis dan tanpa terhalang dari emosi yang murni. Pemanjatan Doa adalah salah satunya, seolah penciptanya berusaha menyuling esensi paling murni dari kesedihan, seakan berkata, Inilah yang dirasakan jika kehilangan seseorang.3.5/5
Judul: Seraphina
Penulis: Rachel Hartman
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN 9789792296211
*cari pinjaman*
ReplyDeletetadinya kupikir seraphina ini serialnya vandaria saga itu..hahaha parah..salah ya aku. Hmmm banyak metafor juga ya..gimana rasanya buku fantasi trus banyak metafor ya..aku jdi penasaran juga
ReplyDeleteHahaha, bukan, mbak Essy. XD Banyak kok fantasi yang banyak metafor... contohnya Daughter of Smoke and Bone, dan Lips Touch. :)
Deleteglossary nya itu lhooo, di halaman akhir..aku sempet nggak ngerti sama sekali dengan kata2 di dalam buku karna nggak sadar ada glossary di bagian akhir, huhuhu mbok ya dikasi tau dulu gituuu ada glossary (aku baca edisi inggris sih, jadi nggak tau juga terjemahannya gimana). tapi aku suka si seraphina :) meski berdoa semoga cinta segi3 nya nggak semakin menye2 di buku selanjutnya :)
ReplyDeleteOkay, jadi ragu mau baca karena kamu bilang 'alur lambat di awal-awal', Aul huehehe. -,-
ReplyDeleteCover art-nya... seems dull
ReplyDeletegaya bahasanya penuh metafora, jangan2 kaya Delirium, terlalu banyak nge-drag karena mau membuat gaya bahasa yang berbunga-bunga atau puitis tapi jatuhnya malah bertele-tele.
ReplyDeleteSudah beli sih,jadi pasti tetep dibaca :D