Tuesday, May 21, 2013

Suatu Saat Aku Akan Kembali


Rasanya, sudah lama sekali sejak aku dan dia melihat pelangi di langit utara Pogung.

Ini cerita cinta yang terjadi sebelum dan saat peristiwa Mei '98.

Namun, kembali ke kota ini, seperti menyeruakkan semua ingatan tentangnya; tentang janji yang terucap seiring jemari kami bertautan.

Tentang Nalia, mahasiswi Kedokteran Gigi UGM, yang menjadi ketua panitia untuk sebuah acara BEM Fakultasnya, dan akan meminta bantuan publikasi dari sebuah radio mahasiswa Teknik Elektro.

Di sana, dia bertemu Nino, mahasiswa berkacamata yang selalu terlihat tenang.

Di sana juga, dia mengetahui kalau menyiarkan radio yang belum mendapatkan izin termasuk ilegal. Media masih belum sebebas sekarang. Siapa pun yang berkata jelek tentang Presiden (yang saat itu adalah Soeharto), akan dicari orangnya, dan kemudian, kita tidak akan mendengar apapun tentang orang itu. Hilang.

Ketika akan menyebarkan undangan untuk acaranya, Nalia mendapati dirinya mendengarkan semua keluh-kesah Nino. Dari sana, mereka menjadi dekat.

Sampai akhirnya, peristiwa Mei '98 terjadi. Peristiwa yang akan terus dikenang masyarakat Indonesia. Bahkan setelah 15 tahun Reformasi.

Segera setelah semuanya berakhir, aku pasti akan menghubungimu lagi.

Setelah peristiwa itu juga, Nino... menghilang. Padahal waktu kebersamaan mereka begitu sebentar... begitu cepat. Mereka bahkan belum pernah pergi bersama...

Itulah yang dikatakannya sebelum dia pergi. Dan aku mendekap erat kata-kata itu, menanti dalam harap. Namun, yang datang padaku hanyalah surat-surat tanpa alamat darinya.

Surat-surat Nino tidak terbalas. Nalia hanya bisa duduk di depan gedung Fakultas Teknik, menunggu Nino kembali.

Tapi, di suratnya, Nino tidak mengucapkan kata tunggu.

Beberapa tahun berlalu, Nalia pergi dari kota itu dan berhubungan dengan Faris. Bencana alam, ketika Gunung Merapi meletus lah yang membawa Nalia kembali ke Yogyakarta. Mendengarkan kembali radio mahasiswa Teknik Elektro yang dulu bernama Jawara FM. Dan... mengingat Nino dan surat-surat yang tidak terbalas itu.

Kini, di tempat yang sama, aku mengurai kembali kenangan-kenangan itu...



----

Tahun 1998, saya masih kecil, bahkan belum berumur 3 tahun (saya lahir di tahun 1995, di bulan Desember). Yang saya tahu, keluarga saya (yang waktu itu masih tinggal di Bekasi) mengungsi ke rumah saudara yang tepat di belakang rumah kami. Tentu saja saya tidak mengingat semua itu. Dan sekarang, 15 tahun kemudian, saya membaca dua novel tentang peristiwa ini; Pulang dan Notasi.

The A Side:
  • Notasi terasa lebih personal. Seperti seorang teman lama yang bercerita tentang kisahnya yang dipendam setelah sekian lama. Cara penulis mendeksripsikan apa yang terjadi saat itu... terasa nyata.
  • Like they said, you know you've just read a good book when you feel like losing a best friend. Saya... gak bisa move on. Eh tapi bukan ke Nino saja loh (who, I admit, I have a crush on because he was wearing glasses) (shallow, I know) (but, hey, guys look better when they're wearing glasses!), tapi juga ke Nalia, narator dalam kisah ini. Ke Farel, sahabat Nino. Tengku, Lin Lin, bahkan Ve.
  • Akhir cerita. Saya gak bermaksud spoiler, tapi ending-nya itu... bikin saya (agak) puas.

The B Side:
  • Segalanya terasa begitu cepat. Percintaan Nino dan Nalia yang tiba-tiba. Surat-surat yang tersampaikan tapi tidak dibalas...
  • Akhir cerita. (Loh, katanya puas, Ul? Kok masuk ke B side?) Jadi gini... awalnya saya gak puas sama ending-nya. Makin dipikirkan, saya akhirnya mengerti maksud penulis apa... tapi... tetepaja 50:50! *Pembaca gak tahu diri*
Bahasa Fisika yang digunakan secara sekilas juga membuat saya teringat Forgiven, buku Mbak Morra yang pertama. Jadi inget Will. :') Saya menikmati keseluruhan cerita ini, kecuali bagian-bagian yang disebutkan di B side. Rating awalnya 3.5/5, tapi akhirnya saya menambahkan 0.5 karena saya akhirnya merasakan book hangover lagi. Aneh, ya? Tapi karena saya sudah lama tidak merasakan itu, dengan kata lain saya orangnya cepat move on dari sebuah buku (huh kalo ke orang lain aja susah move on) (eh), dan saya akan menghargai sebuah buku yang dapat membuat saya tidak bisa berpindah. (#nowplaying The Man Who Can't Be Moved - The Script)

Bila segalanya telah berakhir.
Bila segalanya telah berakhir.
Tidak ada yang tampaknya akan berakhir.
Tidak ada. Lihat saja sekarang, bahkan setelah event selesai dan BEM fakultas-fakultas mulai berdamai. Segala hal tampak akan terus terjadi, susul-menyusul. Aku dan Nino mungkin tidak akan pernah pergi ke mana-mana seperti yang kami angan-angankan. (Hal. 149)
4/5

Judul: Notasi: Suatu Saat Aku Akan Kembali
Penulis: Morra Quatro
Penerbit: Gagas Media
294 halaman
Diterbitkan pada Mei 2013
ISBN 9789797806

6 comments:

  1. kayaknya tahu nih endingnya bakalan kayak gimana :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaah aku gak bermaksud spoiler ya, Mbak. >_<

      Delete
  2. Aku tahun 1998 pas SMP #berasatua
    Lumayan ngeri tuh keadaannya waktu itu. Kerusuhannya itu lho merembet sampe kemana-mana dan nggak jelas juntrungannya. Meh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kan anggota BBI lain ada yang malah udah turun ke jalan waktu kerusuhan :p

      Delete
  3. udah buat di sini ya, aul :) http://kubikelromance.blogspot.com/2013/06/its-ngreview-time.html

    ReplyDelete
  4. generasi 95 juga nih akuuu
    nggak ngeh apa-apa soal kerusuhan 98. aku masih ngedot kali ye waktu itu.

    ReplyDelete

Thank you for reading! :D