Judul: Madre
Penulis: Dee
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 162 hal.
Sinopsis:
“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, Nenek saya seorang penjual roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”
Terdiri dari 13 prosa dan karya fiksi, Madre merupakan kumpulan karya Dee selama lima tahun terakhir. Untaian kisah apik ini menyuguhkan berbagai tema: perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, sampai tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati.
Lewat sentilan dan sentuhan khas seorang Dee, Madre merupakan etalase bagi kematangannya sebagai salah satu penulis perempuan terbaik di Indonesia.
Review:
Seperti Filosofi Kopi, Madre ini adalah kumpulan cerpen dengan cerpen/novelet berjudul Madre yang menjadi 'tokoh utama'.
"Saya cari di Google, kata 'Madre' itu ternyata berasal dari bahasa Spanyol, artinya 'ibu'. Madre, Sang Adonan Biang, lahir sebelum ibu kandung saya. Dan dia bahkan sanggup hidup lebih panjang dari penciptanya. Mengerikan."
Tansen. Apakah namanya terdengar seperti nama seorang Cina? Atau India? Tansen, seorang pemuda free-spirited--pecinta kebebasan, yang tinggal di Bali, harus datang ke Jakarta karena kerabatnya yang meninggal.
Masalahnya, dia tidak tahu siapa itu 'kerabatnya'. Dan ternyata, dia dapat warisan. Sebuah kunci dan secarik kertas berisikan sebuah alamat. Maka pergilah Tansen ke sebuah ruko yang tampaknya tidak pernah terurus itu, dan bertemu dengan Pak Hadi. Dari mulut Pak Hadi mengalirlah cerita tentang darah yang mengalir di nadi Tansen. Darah campuran Cina dan India.
"Sini, saya kenalken sama Madre."
Ternyata ruko yang ditempati Pak Hadi dulunya toko roti, Tan de Bakker. Toko Roti Tan. Milik Tan, yang ternyata kakeknya Tansen.
Dan Madre, adalah kesayangan pegawai-pegawai Tan termasuk Tan dan Pak Hadi sendiri.
Yang saya suka dari cerita Dee (termasuk Madre) adalah bagaimana lancarnya cerita mengalir. Tapi mungkin karena ini bisa dikategorikan sebagai cerpen atau novelet, jadi tokoh-tokohnya kurang 'berasa' ya. Tiba-tiba saja Tansen cepat betah tinggal di Jakarta. Tiba-tiba saja Tansen cepat menerima warisannya...
Jujur, saya lebih suka Filosofi Kopi, dan masih berharap akan dibuat film-nya... Madre juga mau ada film-nya dengan Vino Bastian sebagai Tansen dan Didi Petet sebagai Pak Hadi (ya itu kenapa saya sebut-sebut Didi Petet di atas.)
Ada lagi cerita yang saya suka, Menunggu Layang-layang. Saya tidak akan bercerita panjang lebar tentang cerita ini, karena ini adalah cerita cinta dari Dee yang paling saya suka setelah Kugy dan Keenan. :p
"Aku ingin jadi layang-layang. Layang-layang itu bebas di langit. Tapi tetap ada benang yang mengikatnya di bumi. Jangan lepasin aku."
Ah, saya memang tidak pernah dikecewakan oleh penulis satu ini. Oke, saya memang agak kecewa dengan Madre yang tidak sebagus Filosofi Kopi (kenapa jadi dibandingin lagi?), tapi kekecewaan saya terobati dengan cerpen dan sajak lainnya. :)
Seorang laki-laki tak kuasa bertanya
Mengapa perempuan ada
Siapa itu yang berdiam dalam keanggunan
Tanpa perlu mengucap apa-apa
Ialah puisi yang mengatur cinta dengan bumi dan rahasia
Hingga semua jiwa bergetar saat pulang ke pelukannya
Rating: 4/5
sama, aku suka banget sama Menunggu Layang-layang. di buku ini aku hanya suka Madre dan Menunggu Layang-Layang tapi dengan dua cerpen itu sudah membuatku sangat puas :)
ReplyDeleteAku lupa nyebutin ada satu lagi yang aku suka. Yang Have You Ever? Itu bagus juga, dan (lupa judulnya) yang ada tokoh namanya Guruji. :D
DeleteNungguin filmnya banget nih ul. Excited begitu tau yg main Vino Bastian sm Laura Basuki. Semoga eksekusinya bagosss :)
ReplyDeleteRada kecewa sih, Ta, tau yang jadi Tansen itu Vino. Bukannya Tansen rada ke-India-an ya? Tapi biarin deh, semoga bagus. :)
DeleteIni salah satu kumcer yg oke..ceritanya fresh..jd pengen baca ulang..hehe..o iya, salam kenal ya Aulia :)
ReplyDeleteertalin,
ertalin.blogspot.com
Halooo salam kenal juga ya. :D
Delete