Judul: Kāla Kālī
Penulis: Valiant Budi & Windy Ariestanty
Penerbit: GagasMedia
Tebal: 340 hal.
Format: Paperback
Sinopsis:
Gegas dan waktu tak pernah bisa berbagi ruang, apalagi, berbagi cerita. maka, saling mencarilah mereka, berusaha menggenapi satu sama lain. hingga satu titik, kāla menjadi mula dan kālī mengakhiri cerita.Review:
***
Aku merasa kembali menjadi balita, mengentak-entakkan kaki ke lantai sambil bertepuk-tepuk tangan gembira. Tidak ingin membuang-buang waktu, aku segera meniup lilin sambil berharap dalam hati akan ada lilin serupa untuk tahun depan, di atas sepotong kue yang dibawakan Ibu. AMIN!
Berbagai potongan kenangan dengan Ibu berkelebatan hebat di benakku. Aku mungkin berbeda dengan remaja lainnya yang kala mengingat masa kecil selalu dengan tawa dan kebersamaan yang hangat; seperti yang kulihat di lembaran iklan-iklan susu balita atau es krim literan itu.
Dan, setiap kenangan itu hadir, ingin rasanya membalikkan langkah.
(Ramalan dari Desa Emas, Valiant Budi)
—-
Setiap kali berulang tahun, aku semakin mendekati tempat asalku: ketiadaan. Ibuku bilang, dunia ini sendiri pun lahir dari ketiadaan. Karena lahir dari ketiadaan, mengapa pula harus mencemaskan kehilangan?
Ketiadaan itu meluaskan, kata Ibu, dan mempertemukan manusia dengan banyak hal, di antaranya cinta. ‘Aku berharap bisa melindungimu dari patah hati. Tapi, itu tak mungkin.’
(Bukan Cerita Cinta, Windy Ariestanty)
***
Kāla Kālī: Hanya Waktu yang Tak Pernah Terlambat adalah Gagas Duet, novella dari dua penulis kenamaan GagasMedia, Windy Ariestanty dan Valiant Budi. Keduanya mempersembahkan sebuah cerita yang bermain-main sekaligus memberi ruang pada waktu.
Curhat dikit dulu ya...
Laptop saya rusak. Kejadiannya waktu saya menulis review This Lullaby. Laptop tiba-tiba nge-freeze tapi lagu yang saya putar masih berjalan. Maklum ya, saya calon anak Teknik Informatika. CALON. Jadi perbuatan ini tidak tahu bisa dibetulkan atau tidak: cabut batere laptop. Tapi pas dinyalakan lagi... tidak nyala. Terus nasib review This Lullaby gimana? Terpaksa pakai laptop punya Ayah, yang pulang seminggu sekali. Jadi inilah alasan kenapa review Kala Kali terlambat.
Oke cukup curhatannya.
Awal lihat penampakan novel ini di BukaBuku, melihat cover dan sinopsisnya yang bagus pastinya membuat saya ingin membaca. Dan saya juga belum pernah membaca novel karangan Valiant Budi (dipanggilnya Vabyo ya?) dan Windy Ariestanty, makin penasaranlah saya.
Singkat kata, ketika novel ini sudah keluar, ternyata banyak yang kecewa. Jadi galau, beli jangan? Untungnya, adik kelas saya yang mengoleksi GagasDuet (makasih, Mon!
Cerita pertama yaitu Ramalan dari Desa Emas oleh Mas Vabyo, yang bercerita tentang Keni, hampir berumur 18 tahun, mau merayakan ulang tahunnya dengan menyepi. Maksudnya merayakan ulang tahunnya dengan berlibur sendirian di sebuah desa. Tak disangka, dia bertemu dengan seorang anak kecil yang meramalkan kalau Keni akan mati sebelum dia berumur 18 tahun.
Yak, saya betul-betul kecewa dengan cerita yang satu ini. Mohon maaf untuk pembaca-pembaca Mas Vabyo di luar sana yang kebetulan membaca review saya yang tidak pernah membaca satupun karyanya kecuali ini.
Saya tidak begitu sreg dengan cara Keni (tokoh utama) bercerita. Memang lucu dan blak-blakan. Sayangnya, cara Keni bercerita mungkin akan lebih bagus bila Keni itu laki-laki. Bukan perempuan. Betul sekali, untuk yang sedang membaca novel ini, Keni adalah seorang perempuan. Saya sendiri terkecoh melihat penuturan Keni yang seperti laki-laki. Atau mungkin karena dia tomboy? Ah, untuk yang ingin tahu lebih jelas maksud saya, silakan lihat review dari Mbak Primadonna Angela.
Untuk plot, lumayan sih. Kayak Final Destination. Tapi tetap saja plot seperti itu dikacaukan dengan (sekali lagi) cara Mas Vabyo bercerita tentang Keni. Ending-nya juga, hmm, twisted. Tapi saya masih tidak mengerti... ada yang mau menjelaskan?
Cerita kedua: Bukan Cerita Cinta, oleh Mbak Windy Ariestanty.
Ceritanya berbeda sekali dari cerita pertama. Ini novel GagasDuet ketiga yang saya baca setelah With You dan Truth or Dare, dan dari dua novel itu, masing-masing memiliki tokoh yang saling berkaitan. Seperti di With You, Cindy di Cinderella Rockefella dan Lyla di Sunrise adalah saudara sepupu. Sementara Truth or Dare tentang dua orang sahabat yang menceritakan pengalaman mereka masing-masing. Saya kira, Kala Kali juga akan seperti itu.
Bumi, sang tokoh utama, bekerja sebagai seorang editor. Adegan pertama dimulai dengan Bumi sedang berbincang dengan salah satu penulisnya, Aksara. Mereka berbicara tentang cinta.
Saya tidak tahu ke mana cerita ini akan membawa saya. Setelah bengong sendiri melihat gaya penulisan Mas Vabyo yang lucu dan blak-blakan, saya kembali bengong melihat gaya penulisan Mbak Windy yang serius dengan bahasa baku. Benar-benar berbeda 180 derajat.
Banyak yang bilang lebih suka Ramalan dari Desa Emas dibanding Bukan Cerita Cinta, tapi saya lebih suka karya Mbak Windy. Bukannya bermaksud membandingkan, tapi saya lebih suka penuturan Bumi dibanding Keni yang menurut saya tidak jelas atau bahasa gaulnya geje.
Mungkin saya memang berharap terlalu banyak dari buku ini. Tapi nanti mau baca buku-bukunya Mbak Windy dan Mas Vabyo ah. #kodeberharapdipinjemin
Rating: 2.5/5
ak belum baca, penasaran ternyata banyak yang bilang lumayan :)
ReplyDeleteKalo yang ini aku agak kecewa, Mbak. :(
DeleteI've read this book, too! Dan lebih suka ceritanya Windy Ariestanty juga, apalagi di situ ada pembahasan tentang EYD. Suka! ;D
ReplyDeleteSama aku juga lebih suka Bukan Cerita Cinta, meskipun rada gemes sama Aksara dan Bumi. :p
Delete